KAJIAN EKOLOGI SPASIAL PADA SATWA LIAR
M Jeri Imansyah, (mjimansyah@yahoo.co.id)
Hilangnya dan fragmentasi habitat saat ini merupakan ancaman paling serius bagi hidupan liar di seluruh dunia, sehingga menjadi sangat penting untuk memahami bagaimana pola dan perubahan-perubahan yang terjadi pada bentang alam serta tanggapan satwa terhadap modifikasi alam ini (Blumstein & Fernandez-Juricic 2004; Collinge 2001). Proses spasial yang heterogen berpengaruh langsung terhadap system ekologi (Gardner et al. 1998). Pengaturan spasial individu-individu dalam populasi akan merefleksikan aspek-aspek tingkah laku dan ekologinya, dan ini penting dalam menentukan keberadaan populasi dan lairan gen di dalam dan antar sub populasi (Brown & Downhowe 1988: Johnson 2000). Sehingga, dinamika populasi satwa tidak hanya tergantung pada laju kelahiran dan kematian semata, tapi juga terhadap kemampuan satwa untuk bergerak masuk atau keluat populasi (Dasmann 1964). Menentukan jumlah individu yang terdapat di suatu wilayah adalah merupakan pertanyaan paling mendasar dalam ekologi, tapi lebih penting lagi untuk dapat memahami bagaimana satwa memberikan respon terhadap perubahan kondisi bentang alam, terlepas ini berada pada tingkat individu, populasi, atau pun komunitas (Lawson et al. 2006).
Ekologi spasial menurut merupakan inti dari sain ekologi. menunjukkan bahwa ekologi spasial adalah sain yang salah satu tujuannya adalah untuk dapat mengerti proses-proses ekologi yang mempengaruhi sebaran individu yang biasanya jarang tersebar secara merata meliputi keseluruhan bentang alam (Boyce & McDonald 1999; Krebs (1999). Coliinge (2001) menyimpulkan bagwa ekologi spasial adalah merupakan kajian studi yang dipusatkan untuk dapat memahami bagaimana konfigurasi bentang lahan berpengaruh terhadap dinamika populasi dan komunitas suatu organisme. Sedangkan Whitaker dan Shine (2003) menyatakan bahwa dengan mempelajari ekologi spasial dapat memberikan kontribusi paling tidak terhadap tidak keuntungan, yaitu : satu, pemahaman yang lebih baik tentang pergerakan dan pemilihan habitat oleh satwa; kedua, memberikan informasi tentang interaksi satw-manuia; dan ketiga, sebagai suatu alat untuk menilai respon dan peran satwa di dalam habitatnya. Dalam hal ini Collinge (2001) menekankan bahwa studi empiris dalam ekologi spasial sangat menunjang penelitian untuk keperluan konservasi sebagai mekanisme praktis untuk desain rencana pengelolaan dan konservasi hidupan liar. Dalam melakukan kajian ekologi spasial, kebanyakan peneliti memasukkan kajian dispersal (Olsson & Shine 2003), pergerakan dan wilayah aktivitas atau wilayah jelajah, penggunaan habitat, pola aktivitas (Fitzgerald et al. 2002; Piepgras & Lang 2000); jenis makanan (Thompson & Thompson 2001; Whitaker & Shine 2003); dan perubahan habitat (Pearson et al. 2005; Fitzgerald et al. 2002).
Dapat disimpulkan bahwa kajian ekologi spasial dapat meliputi dispersal, pergerakan dan wilayah aktivitas atau wilayah jelajah, penggunaan habitat, pola aktivitas jenis-jenis makanan sebagai respon organisme terhadap kondisi dan perubahan habitat.
Friday, April 2, 2010
KAJIAN EKOLOGI SPASIAL PADA SATWA LIAR
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment